Success is a Mind Game
"Destiny is not a matter of chance, it is a matter of choice; it is not a thing to be waited for, it is a thing to be achieved."- William Jennings Bryan"Change your thoughts and you change your world."
- Norman Vincent Peale
Seorang kawan yang lama bergelut di dunia network marketing, saat berdiskusi, mengajukan pertanyaan, ?Pak, kenapa susah sekali untuk menjadi sukses di network marketing atau direct selling ??. ?Apa saja yang telah anda lakukan untuk membantu down line anda untuk sukses ??, tanya saya. ?Saya menganjurkan semua down line saya untuk rajin baca buku, terutama buku-buku tentang positive thinking, mendengarkan kaset setiap hari, datang ke seminar rutin tiap minggu, tiap bulan, dan seminar besar beberapa kali dalam setahun, bermimpi yang besar (dream big dreams), menentukan goal, menentukan strategi, melakukan presentasi, konsultasi, pokoknya semua hal yang saya yakin dapat membantu mereka untuk sukses?, jawab kawan saya ini.
?Apa yang anda sarankan untuk dilakukan down line anda dalam hal dream dan afirmasi?, tanya saya lagi.
?Saya mengajarkan down line untuk menempelkan gambar-gambar dari impian mereka, di dinding kamar, di buku harian, di tempat-tempat yang mudah untuk dilihat. Sedangkan untuk afirmasi, saya mengajarkan mereka untuk mengucapkan hal-hal positip misalnya ?Saya pasti bisa?, ?Saya luar biasa?, ?Saya pasti sukses?, positive thinking dan sejenisnya?, jawab kawan saya lagi.
?Apakah ada hal lain lagi yang anda ajarkan selain hal yang telah anda sebutkan ?? kejar saya lagi.
?Rasanya sudah semua saya sampaikan pada Bapak. Semua ini saya pelajari dari up-line saya dan juga dari ?Success System? kami. Apa masih ada yang kurang, ya ? ?, jawab kawan saya sambil balik bertanya.
?Ada. Dan ini adalah hal yang selama ini tidak diketahui atau kurang diperhatikan oleh kebanyakan orang dalam upaya mencapai keberhasilan di bidang apa saja, termasuk dalam menjalankan bisnis network marketing?, jawab saya.
?Apakah itu ??, tanya teman saya dengan mata membesar karena semangat dan penasaran. ?Ha... ha.. penasaran ya ? Jawabannya ada di workshop saya?, jawab saya sambil menggoda kawan saya ini.
?Wah... jangan buat saya penasaran, Pak. Tolong diceritakan sekarang saja. Saya benar-benar kepingin tahu jawabannya. Kalau nunggu workshop, bisa kelamaan dan saya bisa mati penasaran?, pinta kawan saya sambil guyon.
Para pembaca yang budiman, pernahkah anda mengalami hal seperti yang diceritakan kawan saya ini ? Tidak jadi masalah apa bisnis atau pekerjaan yang anda kerjakan. Anda telah menetapkan dream, goal, action plan, melakukan kerjanya dengan sungguh-sungguh, mengucapkan afirmasi setiap hari, berpikir positip, tapi hasilnya tetap nggak maksimal.
Ada beberapa kesalahan fatal yang sering dilakukan orang dalam mengejar impian atau sukses, sehingga menghambat mereka dalam mencapai impian-impian tersebut.
Kesalahan pertama, dream atau impian yang mereka tetapkan untuk diri mereka sering kali bukan impian yang berasal dari lubuk hati mereka sendiri. Sering kali impian ini adalah impian yang berasal dari orang lain, yang ?dimasukkan? ke dalam pikiran mereka. Jika impian ini bukan berasal dari dalam diri sendiri maka potensi yang kita gunakan atau kembangkan untuk mencapai impian itu tidak akan maksimal. Dari pengalaman saya pribadi, saya menyimpulkan bahwa potensi seorang manusia akan berkembang maksimal sebanding dengan impian yang berasal dari dalam hati mereka.
Saya ingat pengalaman kawan saya yang menempelkan berbagai gambar / foto dream yang ingin ia raih. Gambar-gambar ini ditempel di pintu kulkas, di cermin di kamar mandi, di dash board mobil, di pintu kamar, di buku agenda, dijadikan wall paper di komputer, dipasang sebagai screen saver. Hasilnya ? Tetap nggak bisa maksimal. Setelah saya tanyakan alasannya mengapa tidak bisa maksimal, kawan saya menjawab, ?Saya baru sadar bahwa semua yang saya tempel itu sebenarnya bukan dream saya. Itu semua adalah impian yang dimasukkan ke pikiran saya oleh orang lain. Makanya saya tidak begitu semangat dalam mengejar impian-impian itu?.
?Lalu apa impian kamu yang sesungguhnya ??, tanya saya. ?Setelah melalui perenungan mendalam ternyata impian saya sederhana. Saya ingin hidup saya berguna bagi orang lain. Saya ingin bisa membuat orang lain bahagia. Saya ingin membantu orang lain untuk berhasil. Fokus saya selama ini adalah hanya pada materi dan pada diri saya. Saya harus mengakui bahwa apa yang saya lakukan selama ini sangat egois dan bertentangan dengan impian saya yang sesungguhnya?, jawabnya.
Kesalahan kedua, afirmasi yang salah. Yang saya maksudkan dengan afirmasi yang salah adalah afirmasi yang disusun tanpa mengerti cara kerja pikiran, khususnya pikiran bawah sadar. Struktur kalimat, pemilihan kata, dan kondisi pikiran saat mengucapkan afirmasi, sering kali tidak tepat, kalau tidak mau dikatakan salah. Afirmasi yang diucapkan berulang-ulang dalam kondisi gelombang pikiran sadar dibandingkan dengan saat dalam kondisi gelombang pikiran bawah sadar mempunyai perbandingkan kekuatan pengaruh 1 : 9. Jadi, adalah jauh lebih maksimal (9 x lebih kuat) bila afirmasi diucapkan dengan masuk terlebih dahulu ke pikiran bawah sadar.
Kesalahan ketiga, positive thinking. Mengapa saya memasukkan positive thinking sebagai suatu kesalahan ? Positive thinking saja tidak cukup untuk bisa meraih keberhasilan. Yang dibutuhkan adalah positive imagination. Ada perbedaan yang besar antara positive thinking dan positive imagination. Positive thinking bekerja berdasarkan Kekuatan Kehendak atau Will Power, yang berada di bawah kendali pikiran sadar. Positive Imagination bekerja pada level bawah sadar.
Yang menentukan keberhasilan atau kegagalan seseorang, di bidang apa saja, adalah gambaran mental yang dominan, yang ada di pikiran bawah sadarnya. Saat seseorang berpikir positip, tidak berarti serta merta ia juga akan mempunyai gambaran positip di pikiran bawah sadarnya.
Contohnya ? Misalnya ada satu batang baja, lebar 30 cm, tebal 10 cm, dan panjangnya 10 meter. Batang baja ini saya letakkan di bagian atas, menghubungkan, dua gedung dengan ketinggian 30 lantai. Anda diminta menyeberang dari gedung satu ke gedung lainnya. Bagaimana perasaan anda saat akan mulai menyeberang ? Saya yakin pada umumya orang tidak akan berani melakukannya. Mengapa ? Dengan pikiran sadar, dengan positive thinking, kita dapat berpikir bahwa batang baja ini sangat kuat. Tidak mungkin bisa patah saat saat kita berjalan di atasnya. Jika anda kebetulan orang teknik sipil anda pasti bisa menghitung kekuatan batang baja dalam menahan beban. Kita percaya kita pasti bisa menyeberang ke gedung satunya. Batang baja tidak mungkin patah. Namun apa yang terjadi, yang membuat kebanyakan orang tidak bisa, lebih tepatnya tidak berani menyeberang
Yang membuat orang tidak berani menyeberang adalah karena pikiran bawah sadarnya membayangkan (gambaran mental) kemungkinan ia jatuh. Semakin ia bayangkan bahwa ia akan jatuh maka semakin kuat efeknya. Meskipun kita dapat terus berpikir positip namun kita tetap tidak berani melintasi batang baja itu. Mengapa bisa begini? Para pakar pikiran mengatakan bahwa kekuatan imajinasi adalah kuadrat dari kekuatan kehendak (Will Power) atau Imagination = Will Power2 . Jadi, setiap kali imajinasi konflik dengan Will Power maka imajinasi pasti selalu menang. Hukum ini dikenal dengan nama "The Law of Reversed Effort".
Contoh lain adalah saat seorang menetapkan target penjualan yang terlalu tinggi dibanding dengan pencapaian sebelumnya. Idealnya target baru tidak lebih dari 20% dari pencapaian sebelumnya. Saat, misalnya, target baru ini 40% lebih tinggi, maka secara bawah sadar kita telah membayangkan bahwa target ini sangat sulit dicapai. Mengapa dirasa lebih sulit ? Pikiran, saat melihat target baru ini, akan langsung mengakses data base / memori prestasi kita sebelumnya dan membandingkan dengan target baru. Apabila di data base ini tidak terdapat record yang menyatakan bahwa kita pernah mencapai lonjakan prestasi sebesar 40%, maka secara mental kita sudah down. Meskipun kita telah berusaha untuk berpikir positip, membaca buku-buku positip, datang ke berbagai seminar motivasi, hasilnya tetap akan sulit tercapai.
Kesalahan keempat, kita jarang atau hampir tidak pernah ?mengajak? pikiran bawah sadar kita bekerja sama saat mengejar impian kita. Lalu, bagaimana caranya untuk bisa mengajak pikiran bawah sadar bekerja sama ? Kita harus bisa meyakinkan pikiran bawah sadar kita bahwa apa yang kita kejar itu sesuatu yang sangat bermanfaat bagi diri kita. Bagaimana caranya untuk bisa menyakinkan pikiran bawah sadar ?
Pikiran bawah sadar baru mau membantu kita mencapai impian yang telah kita tetapkan kalau kita mampu ?menjual? ide / dream kita kepadanya. Sama seperti seorang penjual menjual barang dagangannya kepada seorang pelanggan, kita harus mampu meyakinkan pelanggan bahwa apa yang kita jual adalah sangat bermanfaat bagi dirinya. Untuk bisa mempengaruhi pelanggan, secara positip tentu saja, kita perlu berbicara dengan menggunakan ?bahasa? yang digunakan pelanggan kita. Kita tidak bisa memaksa pelanggan membeli apa yang kita tawarkan.
Sama seperti seorang pelanggan, untuk bisa meyakinkan pikiran bawah sadar maka kita harus tahu cara berkomunikasi dengannya. Kunci untuk membuka pintu gerbang bawah sadar adalah kondisi rileks. Lebih tepatnya pada kondisi gelombang alfa (8 ? 12 Hz), sedangkan pikiran bawah sadar sendiri berada pada gelombang theta (4 ? 8 Hz). Bahasa pikiran bawah sadar adalah bahasa gambar / citra. Kita harus bisa membayangkan (imajinasi) apa yang ingin kita capai. Agar komunikasi ini bisa benar-benar efektif maka kita harus memasukkan muatan emosi yang intens ke dalam imajinasi kita.
Kemampuan berkomunikasi dengan pikiran bawah sadar dapat dianalogikan sebagai peralatan berkebun yang dibutuhkan untuk menggarap lahan perkebunan pikiran bawah sadar yang subur, agar dapat menaman dan menumbuhkembangkan bibit sukses sehingga membuahkan kualitas dan prestasi hidup yang lebih baik.
BLOG INI SUPORT UNTUK PADEPOKAN ALHIKMAH INDONESIA DI YOGYAKARTA, HP=0821 33629200, 081 802 614 516,,,0857 2927 5213.
Selasa, 22 Maret 2011
PENJARA MENTAL
Penjara Mental
Dalam berbagai seminar pengembangan diri dan manajemen pikiran yang saya lakukan, saat saya bertanya pada peserta seminar, "Mengapa orang sukses?" atau "Mengapa orang gagal?", maka saya selalu mendapatkan jawaban yang beragam. Terlepas dari jenjang pendidikan peserta seminar, saya selalu mendapatkan jawaban yang justru bersifat menghambat diri mereka untuk bisa mencapai keberhasilan hidup. Jawaban-jawaban itu mencerminkan sistem kepercayaan yang justru telah mengurung mereka dalam satu zona kenyamanan yang tidak nyaman, dan telah menjadi penjara mental yang tidak mereka sadari.
Penjara mental yang saya maksudkan adalah berbagai kepercayaan yang salah, yang mereka terima sebagai sesuatu yang benar, tanpa pernah mereka periksa keabsahan dan kebenaran kepercayaan itu. Setiap kali saya bertanya "Mengapa orang sukses?", jawaban standar yang saya dapatkan adalah karena faktor keturunan, hoki, pendidikan, koneksi, hari lahir/jam lahir, nasib, jenis kelamin, shio/zodiak, modal, dan kesehatan / fisik. Anehnya, bila saya bertanya, "Mengapa orang gagal?", maka saya juga mendapatkan jawaban yang kurang lebih sama dengan jawaban di atas.
Yang lebih aneh dan memprihatinkan, setelah saya membahas dan menerangkan bahwa semua jawaban mereka itu adalah kepercayaan yang salah, tetap masih ada peserta seminar yang bersikeras bahwa apa yang mereka percayai, sebagai faktor yang menentukan keberhasilan atau kegagalan hidup, adalah hal yang benar. Alasannya adalah karena kepercayaan itu adalah pelajaran yang mereka dapatkan dari orangtua, guru, atau figur yang mereka kagumi dan hormati.
Penjara yang umum kita kenal adalah tempat untuk mengurung seseorang, untuk periode waktu tertentu, yang telah berbuat kesalahan atau kejahatan. Selama seseorang berada di penjara maka ia kehilangan kebebasan dan sebagian hak-haknya sebagai warga negara. Narapidana menjalani hidup yang monoton dan terisolasi dari dunia luar sampai masa hukumannya habis.
Penjara mental menjalankan fungsi yang sama. Namun sangat banyak orang yang secara sadar atau tidak sadar telah memasukkan diri mereka ke penjara yang tidak kasat mata, yang lebih mengerikan, dan dapat mengurung diri mereka seumur hidup. Satu-satunya cara untuk keluar dari penjara mental adalah dengan secara sadar menelaah setiap kepercayaan yang dipegang seseorang. Tidak ada kepercayaan yang baik atau buruk. Yang ada adalah kepercayaan yang mendukung dan menghambat.
Kepercayaan seseorang mengendalikan cara berpikir, sikap, perilaku, bagaimana ia menggunakan waktunya, siapa kawannya, buku apa yang ia baca, gaya hidup, penghasilan, dan masih banyak aspek lain.
Saya sering bertemu dengan orang yang berkata, "Uang adalah akar dari segala kejahatan". Orang dengan kepercayaan ini hidupnya biasa-biasa, cenderung agak kekurangan. Mereka telah mengadopsi kepercayaan yang salah. Saat saya jelaskan bahwa kepercayaan itu kurang tepat karena mereka salah mengutip salah satu ayat dari kitab suci, mereka umumnya kaget. Kepercayaan ini telah menjadi penjara mental mereka.
Baru-baru ini saya bertemu dengan seorang kawan yang sangat berhasil secara finansial. Saat saya bertanya mengenai rahasia keberhasilannya, ia menjawab, "Sejak usia tujuh tahun saya telah mempunyai keyakinan bahwa bila saya berusaha dan bekerja keras, maka Tuhan akan berkonsultasi dengan saya untuk menentukan nasib saya". Kita tidak boleh menilai apakah kepercayaan ini benar atau salah. Kepercayaan adalah sesuatu yang pribadi. Pesan yang ingin saya sampaikan adalah bahwa apapun kepercayaan yang kita pegang maka kepercayaan ini akan mempengaruhi hidup kita.
Saya ingin mengakhiri tulisan ini dengan satu pertanyaan bagi anda. Ada dua keluarga yang mengajarkan dua kepercayaan yang berbeda pada anak-anak mereka. Keluarga pertama mengajarkan "Mangan ora mangan.........kumpul" . Keluarga kedua mengajarkan, "Kumpul....kumpul.......kita makan". Menurut anda, anak dari keluarga mana yang akan jauh lebih berhasil secara finansial?
Dalam berbagai seminar pengembangan diri dan manajemen pikiran yang saya lakukan, saat saya bertanya pada peserta seminar, "Mengapa orang sukses?" atau "Mengapa orang gagal?", maka saya selalu mendapatkan jawaban yang beragam. Terlepas dari jenjang pendidikan peserta seminar, saya selalu mendapatkan jawaban yang justru bersifat menghambat diri mereka untuk bisa mencapai keberhasilan hidup. Jawaban-jawaban itu mencerminkan sistem kepercayaan yang justru telah mengurung mereka dalam satu zona kenyamanan yang tidak nyaman, dan telah menjadi penjara mental yang tidak mereka sadari.
Penjara mental yang saya maksudkan adalah berbagai kepercayaan yang salah, yang mereka terima sebagai sesuatu yang benar, tanpa pernah mereka periksa keabsahan dan kebenaran kepercayaan itu. Setiap kali saya bertanya "Mengapa orang sukses?", jawaban standar yang saya dapatkan adalah karena faktor keturunan, hoki, pendidikan, koneksi, hari lahir/jam lahir, nasib, jenis kelamin, shio/zodiak, modal, dan kesehatan / fisik. Anehnya, bila saya bertanya, "Mengapa orang gagal?", maka saya juga mendapatkan jawaban yang kurang lebih sama dengan jawaban di atas.
Yang lebih aneh dan memprihatinkan, setelah saya membahas dan menerangkan bahwa semua jawaban mereka itu adalah kepercayaan yang salah, tetap masih ada peserta seminar yang bersikeras bahwa apa yang mereka percayai, sebagai faktor yang menentukan keberhasilan atau kegagalan hidup, adalah hal yang benar. Alasannya adalah karena kepercayaan itu adalah pelajaran yang mereka dapatkan dari orangtua, guru, atau figur yang mereka kagumi dan hormati.
Penjara yang umum kita kenal adalah tempat untuk mengurung seseorang, untuk periode waktu tertentu, yang telah berbuat kesalahan atau kejahatan. Selama seseorang berada di penjara maka ia kehilangan kebebasan dan sebagian hak-haknya sebagai warga negara. Narapidana menjalani hidup yang monoton dan terisolasi dari dunia luar sampai masa hukumannya habis.
Penjara mental menjalankan fungsi yang sama. Namun sangat banyak orang yang secara sadar atau tidak sadar telah memasukkan diri mereka ke penjara yang tidak kasat mata, yang lebih mengerikan, dan dapat mengurung diri mereka seumur hidup. Satu-satunya cara untuk keluar dari penjara mental adalah dengan secara sadar menelaah setiap kepercayaan yang dipegang seseorang. Tidak ada kepercayaan yang baik atau buruk. Yang ada adalah kepercayaan yang mendukung dan menghambat.
Kepercayaan seseorang mengendalikan cara berpikir, sikap, perilaku, bagaimana ia menggunakan waktunya, siapa kawannya, buku apa yang ia baca, gaya hidup, penghasilan, dan masih banyak aspek lain.
Saya sering bertemu dengan orang yang berkata, "Uang adalah akar dari segala kejahatan". Orang dengan kepercayaan ini hidupnya biasa-biasa, cenderung agak kekurangan. Mereka telah mengadopsi kepercayaan yang salah. Saat saya jelaskan bahwa kepercayaan itu kurang tepat karena mereka salah mengutip salah satu ayat dari kitab suci, mereka umumnya kaget. Kepercayaan ini telah menjadi penjara mental mereka.
Baru-baru ini saya bertemu dengan seorang kawan yang sangat berhasil secara finansial. Saat saya bertanya mengenai rahasia keberhasilannya, ia menjawab, "Sejak usia tujuh tahun saya telah mempunyai keyakinan bahwa bila saya berusaha dan bekerja keras, maka Tuhan akan berkonsultasi dengan saya untuk menentukan nasib saya". Kita tidak boleh menilai apakah kepercayaan ini benar atau salah. Kepercayaan adalah sesuatu yang pribadi. Pesan yang ingin saya sampaikan adalah bahwa apapun kepercayaan yang kita pegang maka kepercayaan ini akan mempengaruhi hidup kita.
Saya ingin mengakhiri tulisan ini dengan satu pertanyaan bagi anda. Ada dua keluarga yang mengajarkan dua kepercayaan yang berbeda pada anak-anak mereka. Keluarga pertama mengajarkan "Mangan ora mangan.........kumpul" . Keluarga kedua mengajarkan, "Kumpul....kumpul.......kita makan". Menurut anda, anak dari keluarga mana yang akan jauh lebih berhasil secara finansial?
Langganan:
Postingan (Atom)